Bukan Masalah Hujan
Keadaan ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Dari mulai kendaraan beroda dua, tiga, bahkan empat memenuhi jalanan yang becek bahkan menguap di beberapa sisi karena sampah yang menghambat.
Beberapa anak di bawah usia sepuluh tahun berlarian kesana kemari memegang sebuah payung sebagai bentuk bantuan perlindungan dari deras hujan, mengharap belas jasa yang recehan.
Pemuda bertato memeluk gitar kecil di pelukan, menyanyikan lagu dangdut kekinian dengan nada sumbang.
Sang ibu menggendong anaknya mengulurkan tangan serta gumamaman mengharap belas kasihan.
Kemudian pak tua dengan semangat mengayuh becak nya menawarkan diri, mengantar para ibu sosialita yang membawa beberapa kantong belanjaan sembari menunggu hujan reda atau jemputan kendaraan beroda empat yang mengkilap. Pun para remaja yang sibuk memegang benda pipih persegi empat, memesan kendaraan online mengikuti arus yang semakin maju.
Jalanan macet dipenuhi si roda empat yang berhenti. Menunggu sang tuan memasuki kursi nyamannya. Sedang di pinggiran para pria paruh baya hanya mampu meratap sembari menghapus keringat bercampur sisa air hujan.
Jalanan masih tetap ramai, sampai akhirnya hujan reda. Semua manusia kembali pada aktivitas semula.
Masih tetap berusaha meski tahu akan ada saat di mana hasil yang sia-sia.
Pengamen, pengemis, Tukang becak, Supir, Pedangang, semuanya saling berusaha berebut logam serta lembaran rupiah diantara hujan yang datang dan pergi sesuka hati. Dan yang saya sendiri tak mengerti adalah ... entahlah apa yang saya tulis ini.
Beberapa anak di bawah usia sepuluh tahun berlarian kesana kemari memegang sebuah payung sebagai bentuk bantuan perlindungan dari deras hujan, mengharap belas jasa yang recehan.
Pemuda bertato memeluk gitar kecil di pelukan, menyanyikan lagu dangdut kekinian dengan nada sumbang.
Sang ibu menggendong anaknya mengulurkan tangan serta gumamaman mengharap belas kasihan.
Kemudian pak tua dengan semangat mengayuh becak nya menawarkan diri, mengantar para ibu sosialita yang membawa beberapa kantong belanjaan sembari menunggu hujan reda atau jemputan kendaraan beroda empat yang mengkilap. Pun para remaja yang sibuk memegang benda pipih persegi empat, memesan kendaraan online mengikuti arus yang semakin maju.
Jalanan macet dipenuhi si roda empat yang berhenti. Menunggu sang tuan memasuki kursi nyamannya. Sedang di pinggiran para pria paruh baya hanya mampu meratap sembari menghapus keringat bercampur sisa air hujan.
Jalanan masih tetap ramai, sampai akhirnya hujan reda. Semua manusia kembali pada aktivitas semula.
Masih tetap berusaha meski tahu akan ada saat di mana hasil yang sia-sia.
Pengamen, pengemis, Tukang becak, Supir, Pedangang, semuanya saling berusaha berebut logam serta lembaran rupiah diantara hujan yang datang dan pergi sesuka hati. Dan yang saya sendiri tak mengerti adalah ... entahlah apa yang saya tulis ini.
Komentar
Posting Komentar